Data BKKBN: 90 Ribu Lebih Balita di Maluku Beresiko Alami Stunting

- 15 Juni 2023, 02:00 WIB
Ilustrasi: Data BKKBN, 90 ribu lebih balita di Maluku beresiko alami stunting
Ilustrasi: Data BKKBN, 90 ribu lebih balita di Maluku beresiko alami stunting /Tangkap Layar Youtube Direktorat Promkes dan PM Kemenkes RI

WARTA TIDORE - Menurut rilis Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sekitar 97.563 balita di Maluku berisiko mengalami stunting. Ketua Komisi IV DPRD Maluku Samson Atapary pun menyesalkan hal itu.

"Kami menyesalkan bahwa penanganan stunting di daerah ini belum optimal, dan jumlah balita yang berisiko mengalami stunting cukup besar, yaitu sebanyak 97.563 balita. Oleh karena itu, kami mengundang mitra-mitra dari Komisi IV yang memiliki program penanganan penurunan stunting untuk mencari solusi bersama," kata Ketua Komisi IV DPRD Maluku Samson Atapary pada hari Rabu, 13 Juni 2023.

Ia menjelaskan bahwa Dinas Kesehatan Maluku telah mengidentifikasi akar permasalahan dengan jelas, tetapi masih ada kelemahan dalam struktur dan organisasinya, termasuk dalam intervensi yang dilakukan.

"Masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD) masih bekerja secara terpisah, dan kami melihat bahwa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Maluku, program yang terkait langsung dengan penanganan stunting hanya memiliki anggaran sebesar Rp175 juta," ujar Samson.

Namun, ada program dengan anggaran sebesar Rp4 miliar yang diberikan kepada pengurus PKK provinsi yang berkaitan dengan penurunan stunting, tetapi program tersebut terlihat jauh dari kegiatan yang secara langsung terkait dengan penurunan angka stunting.

"Karena telah dialokasikan anggarannya, kami meminta kepada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) yang terkait dengan jambore PKK tingkat provinsi untuk fokus pada istri kepala desa yang dikoordinasikan dengan BKKBN, untuk mendata istri kepala desa yang juga menjabat sebagai Ketua Posyandu di desa-desa dengan tingkat stunting dan risiko tinggi," katanya.

Mereka perlu diberikan pemahaman yang baik mengenai penanganan stunting agar dapat kembali ke desa dan bersama Posyandu melakukan upaya penanganan.

Setelah mereka mendapatkan pelatihan, pemerintah daerah akan memberikan gelar Duta Parenting tingkat desa kepada mereka.

Sesuai dengan regulasi, Wakil Gubernur menjabat sebagai Ketua Tim Percepatan Penanganan Stunting (TPPS) tingkat provinsi, dan Wakil Ketua TPPS meliputi Sekretaris Daerah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, serta PKK.

Namun, anggaran penanganan stunting lebih banyak diarahkan kepada PKK, sehingga Ketua TPPS dan wakilnya tidak memiliki banyak peran.

Pada tahun 2022, target penurunan stunting di Maluku sebesar 23% dari angka 28%, tetapi realisasinya hanya mencapai 26,2%.

Tiba-tiba muncul data lagi bahwa jumlah balita berisiko stunting mencapai 97.563, yang berarti penanganannya oleh program Bunda Parenting provinsi tidak berhasil.

Oleh karena itu, melalui rapat kerja ini, komisi ingin mengaktifkan kembali TPPS provinsi dan gubernur harus melakukan koordinasi dengan para bupati dan wali kota terkait berbagai program bantuan yang diberikan, seperti bantuan sembako untuk kelompok anak-anak yang terkategori sebagai stunting.

Sementara itu, Plh Kepala Dinas Kesehatan Maluku, Meikyal Pontoh, menjelaskan bahwa mereka yang termasuk dalam kategori garis kuning memiliki risiko tertinggi terkena stunting, dan jika tidak ditangani dengan baik, mereka akan masuk ke dalam kategori garis merah.

"TPPS telah menetapkan berbagai program untuk melakukan penanganan agar bayi-bayi ini tidak masuk ke dalam kategori garis merah, melalui pendekatan khusus dari Dinas Kesehatan dan pendekatan yang sensitif dari OPD lain yang tergabung dalam TPPS," kata Meikyal.

Misalnya, program untuk ketersediaan air bersih, perumahan yang layak huni, dan ketersediaan pangan yang masuk dalam kategori pendekatan yang sensitif.***

Editor: Iswan Dukomalamo

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah