Kemenag: Informasi Santri Pesantren Salafiyah Belum Mendapatkan Ijazah Tidak Benar

- 28 Februari 2024, 17:32 WIB
Waryono Abdul Ghafur, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren.
Waryono Abdul Ghafur, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren. /Kemenag.go.id/Kontributor/

WARTA TIDORE - Informasi yang viral di media sosial mengenai santri pesantren salafiyah tahun 2023 yang belum mendapatkan ijazah dan tidak dapat mengikuti ujian Pendidikan Kesetaraan tahun ini disebutkan tidak benar oleh Plt Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama (Kememag), Waryono Abdul Ghafur. Menurutnya, santri yang dimaksud telah menerima ijazah pada tahun 2023.

"Walau begitu, mereka saat ini sudah melanjutkan studi pada jenjang Pendidikan Kesetaraan selanjutnya," jelas Waryono di Jakarta pada Rabu, 28 Februari 2024.

Terkait ujian kesetaraan nasional tahun ajaran 2023/2024, Waryono menegaskan bahwa hanya santri pesantren salafiyah yang memenuhi syarat yang dapat mengikuti ujian tersebut. Hal ini telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam mengenai Petunjuk Teknis Ujian Pendidikan Kesetaraan di Pondok Pesantren Salafiah (PPS), baik No. 7231 Tahun 2023 maupun No. 3543 Tahun 2018.

"Salah satu syaratnya adalah mengikuti pendidikan pada pesantren dengan formula 6-3-3, yaitu: 6 tahun PPS Ula, 3 tahun PPS Wusta, 3 tahun PPS ‘Ulya," tegas Waryono.

"Dan untuk pembuktian rekaman pendidikan selama di pesantren, diperlukan formula 4-2-2, yaitu: 4 tahun PPS Ula, 2 tahun PPS Wusta, 2 tahun PPS ‘Ulya," tambahnya.

Waryono menjelaskan bahwa saat ini ada 64.800 santri yang memenuhi syarat dan terdaftar dalam Daftar Nominatif Tetap (DNT) Peserta Ujian Pendidikan Kesetaraan Nasional 2024. Jumlah ini meningkat 4.948 santri (7,6%) dibandingkan dengan peserta ujian nasional 2023 (59.852 santri).

"Mereka telah diverifikasi dan divalidasi melalui lintas aplikasi (EMIS-Kemenag & DAPODIK-Kemendikbud Ristek), sehingga rekam jejak NISN santri yang bersangkutan terlihat jelas masa studinya baik di sekolah, madrasah, maupun pondok pesantren salafiyah," jelasnya.

"Hingga saat ini, Kementerian Agama belum menerima aduan santri yang terkendala menjadi calon peserta ujian kesetaraan nasional," tambahnya.

Waryono menegaskan bahwa mereka yang tidak dapat mengikuti ujian Pendidikan Kesetaraan karena tidak memenuhi syarat, seperti tidak memiliki rekaman pendidikan di pesantren, atau masa belajar di pesantren kurang dari dua tahun (rata-rata 1 tahun di kelas akhir di setiap jenjang).

Halaman:

Editor: Iswan Dukomalamo

Sumber: kemenag.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x