Mushaf Al-Qur'an dalam bahasa isyarat akan dicetak dalam dua jilid. Jilid pertama mencakup Juz 1-15, sementara jilid kedua mencakup Juz 16-30. Rencananya, dalam terbitan pertama akan dicetak sekitar 1.000 hingga 2.000 eksemplar.
"Kurang lebih sekitar 1.000-2.000 eksemplar. Kita buat 2 jilid karena ini tidak sama seperti Al-Qur'an biasa. Kalau (juz 1-30) 1 jilid, ini akan tebal sekali," tambahnya.
Dua metode digunakan dalam penyusunan mushaf Al-Qur'an dalam bahasa isyarat, yaitu metode kitabah dan metode tilawah. Aziz menyebut bahwa dalam proses penyusunannya, mereka bersinergi dengan para ahli, teman disabilitas tuli, dan berbagai organisasi terkait.
"Bersama-sama merumuskan kesepakatan mengenai huruf, harakat, dan tanda baca. Setelah itu, tim yang sama menyusunnya dengan melibatkan semua stakeholder yang terlibat," jelasnya.
Aziz mengungkapkan bahwa proses penyusunan mushaf Al-Qur'an dalam bahasa isyarat dimulai sejak tahun 2021 dengan menyusun panduan membaca Al-Qur'an dalam bahasa isyarat. Setelah peluncuran Juz 'Amma dalam bahasa isyarat pada tahun 2022, mereka melanjutkan penyusunan seluruh 30 juz Al-Qur'an dalam bahasa isyarat.
Mushaf Al-Qur'an dalam bahasa isyarat, kata Aziz, merupakan bentuk perhatian penuh pemerintah, khususnya Kemenag melalui LPMQ, terhadap layanan keagamaan terkait Al-Qur'an. Upaya ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang menegaskan hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan layanan kitab suci dan lektur keagamaan yang mudah diakses.
"Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, di mana di situ disebutkan dalam Pasal 14 huruf C bahwa penyandang disabilitas juga berhak mendapat layanan kitab suci dan juga lektur keagamaan yang mudah diakses," ucapnya.***